Senin

Steve Sugita

Jangan Salahkan Tuhan, Ambil Hikmahnya

Luka bakar di sekujur tubuh akibat ledakan gas mobil di tahun 1999, membawa Steve Sugita terpanggil membantu orang-orang yang mengalami luka bakar dengan menciptakan hiperbarik versinya.

Menurutnya, mobil berbahan bakar gas memang solusi tepat guna mengurangi polusi udara di Jakarta yang sudah di ambang batas normal. Tapi ada sisi buruknya, seperti tabung gas yang terdapat di mobil BBG yang saya kendarai. Mobil itu adalah mobil impor yang di negaranya sudah tidak boleh digunakan karena sudah berumur lebih dari 10 tahun.

“Mobil BBG seperti itu tidak aman karena tabung gas yang dipakai bisa saja mengalami kebocoran dan berujung pada ledakan,” jelas Steve.

Steve Sugita tidak akan pernah melupakan kejadian tersebut sepanjang hidupnya. Ia pun mengambil hikmah dari setiap musibah yang sudah terjadi karena itu adalah cara terbaik untuk menjalani hidup ini ke depannya. “Jangan menyalahkan Tuhan bila musibah menimpa kita, tapi ambil hikmahnya,” pesannya.

“Paska kejadian itu, saya melakukan rawat jalan dengan Terapi Hiperbarik selama 2 tahun di 3 rumah sakit berbeda (RSPP, RSI Bintaro dan RS Mintohardjo). Hasilnya, luka bakar di sekujur tubuh saya mengalami kesembuhan. Menariknya, Terapi Hiperbarik ini ternyata bisa menyembuhkan bermacam penyakit,” kata Steve meyakinkan.

Dari situ, ia pun seperti tertantang untuk berbuat sesuatu dan terciptalah Hiperbarik versinya dengan fungsi menakjubkan dan sudah mendapat pengesahan dari Departemen Kesehatan RI. Perakitan Hiperbarik sendiri dipusatkan di Sukabumi, Jawa Barat. “Banyak pasien mengalami kesembuhan penyakit setelah rutin melakukan terapi ini,” terangnya.

Aktif Edukasi Pasien

Dalam kesehariannya, ayah dari Michael dan Anita ini, selalu aktif mengedukasi pasien tentang pentingnya melakukan Terapi Hiperbarik. Padahal, ia tidak mempunyai latar belakang pendidikan pada bidang medis. Profesi aslinya adalah kontraktor proyek.

Steve mempunyai alasan sederhana, tercetusnya ide membuat hiperbarik dilatar belakangi karena peralatan medis yang satu ini sangat manjur untuk penyembuhan berbagai macam penyakit, terutama luka bakar.

“Hiperbarik ciptaan saya bertekanan oksigen murni 14 psi. Tekanan oksigen segitu sudah cukup ampuh menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bila masih kurang juga, maka akan saya tambahkan lagi tekanannya,” ungkapnya.

Ia pun melanjutkan, sebagai contoh, organ paru-paru yang terdapat flek, jika dapat suplai oksigen bertekanan 14 psi, maka oksigen akan membantu menyembuhkan flek tersebut. Flek akan mengalir dan dicuci oleh ginjal lalu terbuang lewat air seni. Begitu pula terhadap virus HIV, dengan bantuan hiperbarik, HIV bisa sembuh karena pada prinsipnya virus tidak dapat hidup di oksigen murni.

Suami Martini Sugita ini berharap, terapi hiperbarik seperti ini bisa berada di banyak tempat dan bisa dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat dengan biaya terjangkau. Seperti di China, sudah terdapat 4000 tempat terapi hiperbarik. “Buat saya, ada 100 tempat Terapi Hiperbarik di Indonesia, itu sudah lumayan,” ungkapnya.
Di Oxygeric Center yang berlokasi di Pantai Indah Kapuk, biaya Terapi Hiperbarik Rp 200 ribu per jamnya untuk 1 orang dan Rp 350 ribu per jam untuk 2 orang, disini juga tersedia paket dengan harga yang relatif lebih murah. Dengan angka segitu, tentu saja biaya berobat akan menjadi lebih murah.

“Biasanya, banyak yang ambil paket 10 kali terapi dan hasilnya sudah terasa. Dengan Terapi Hiperbarik, tentunya biaya pengobatan yang tadinya mahal akan bisa dipangkas menjadi lebih murah. Coba saja bila mengobati penyakit jantung, bisa menghabiskan biaya 60 jutaan. Lain lagi bila harus by-pass, bisa ratusan juta,” tutupnya.