Kamis

Lulus Sarjana, Tetap Susah Cari Kerja !!

“Sekarang sekolah mahal ! Habis juta-an. Eh….sudah lulus, kok susah cari kerja ? kalau sudah dapat, pindah – pindah melulu. Susah banget sekarang ini !!!“. Ini adalah sepotong keluhan dari para orang tua. Sebenarnya apa sih yang terjadi di dunia kerja ?

1.Bidang pekerjaan tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajari dimasa sekolah.
2.Graduates kurang rajin dan cepat putus asa untuk adaptasi dengan pekerjaan baru.
3.Tidak cocok dengan teman sekerja, sering ribut dan mudah tersinggung. Akhirnya, memilih untuk pindah kerja.
4.Tidak terlatih untuk dikonflik / menerima pendapat orang lain, sakit hati kalau ditegor Bos, pindah kerja lagi.
5.Tidak bisa kerja team. Team menghendaki datang jam 7 pagi, graduates terlambat. Proposal harus dikumpulkan minggu depan, dia tidak bisa on – time.

Dengan beberapa alasan diatas, jelas para lulusan tidak cukup saja. Mengapa ? mari menoleh kebelakang pada waktu mereka masih bersekolah. Apa yang disiapkan keluarga, sekolah , pemerintah dan anggota masyarakat lainnya?

1.Anak – anak ternyakini dari muda bahwa yang pintar dan hebat itu, kalau IQnya tinggi, menghafalnya hebat dan unggul di pelajaran tertentu ( bahasa, matematika, IPA ). Padahal, talenta mereka mungkin dibidang lain seperti music, desaign dan drama. Akhirnya mereka memilih kuliah untuk subject popular, tidak sesuai dengan bakat dan minatnya. Akhirnya pilih bidang pekerjaan diminati, tidak sesuai dengan jurusan ilmu yang dipelajari.
2.Hal lain adalah sistem juara kelas di sekolah yang kriterianya lebih menonjolkan keunggulan cognitive ( hafal ) dan untuk pelajaran utama saja. Kenal dengan pertanyaan ini ? “ jangan dekat – dekat / kerja sama dengan si Ani. Nanti dia juara, kamu tidak lho ! “. Anak didik tidak terlatih untuk team-work. Semua untuk sendiri !! mereka menjadi individualistic dan mau menang sendiri. Walaupun ada nilai positifnya, tetapi apresiasi juara kadang kurang fair dan mendadak. Sekolah di Australia terlebih tingkat Kindergarten dan Primary, tidak ditekankan kultur juara. Mereka memegang prinsip : “ NO CHILD is Left behind. All children have different potentials ! “
3.Sekolah, orang tua, pemerintah juga selalu demam exam dan lupa proses pembelajaran itu sendiri. Dari usia dini ( TK ) sudah disiapkan atau tepatnya dipaksakan. Padahal exam ( ujian ) diadakan dipenghujung SD 6 / SMP 3 / SMA 3 / bisa dilakukan dengan “ drilling “ selama 3 – 4 bulan terakhir. Lagi – lagi, anak hanya dikonsentrasikan pada bidang akademik saja.
4.Para lulusan kurang terlatih dalam ‘ social skills ‘ seperti komunikasi dan kepemimpinan. Supaya bisa lebih siap didunia kerja, baiklah dalam proses pembelajaran anak lebih terlatih dengan metode “ brainstorming “ - lebih banyak bicara / communication skills, “ grouping “ – kerja kelompok untuk melatih team – work dan leadership.
5.Kurang penekanan tentang pentingnya perkembangan emosi anak. Kegiatan kelas yang aktif banyak menimbulkan banyak gesekan. Sebagai contoh dilevel primary, semua murid diarahkan untuk berkumpul diarea karpet di kelas pada waktu diskusi awal. Untuk kegiatan kelompok, murid akan berpindah kemeja dan bangkunya. Untuk aplikasi konsep, mereka harus kerja kelompok (team-work) untuk melakukan experiment. Semua kegiatan tersebut, akan menimbulkan banyak gesekan; murid tersenggol pada waktu bergerak dan menyebabkan ribut; hanya mau berkelompok dengan teman baiknya saja; tidak sabar menunggu giliran dalam group – work; bicara terus tidak mengindahkan teman atau peraturan kelompok; hasil kerja team tidak bisa on – time, karena anggota malas/tidak mengerjakan bagiannya.

Dengan adanya kegiatan aktif diatas beserta gesekannya, murid akan terlatih untuk menyelesaikan masalah (problem solving) secara baik, sopan dan hormat. Akan lebih baik lagi, kalau bisa membimbing atau mempengaruhi lingkungannya untuk mengalah ( leadership quality).

Sekolah adalah tempat training sementara; kesempatan untuk boleh banyak berbuat salah dan melakukan perbaikan. Sekolah, keluarga, pemerintah dan elemen masyarakat lainnya harus mengerti apakah para lulusan sudah disiapkan/ditraning untuk menghadapi dunia kerjanya. Pastikan kita siapkan lebih dini dari usia muda, jangan hanya terpaku dengan hasil akhir ( lulus exam dan menjadi sarjana ).

Akan tetapi, proses pembelajaran itu sendiri lebih – lebih selama 12 tahun masa sekolah dari SD 1 – SMA 3. Malahan, mereka harus satu langkah didepan untuk berinovasi dan berkreatif supaya pada akhirnya, mereka akan menjadi kepala bukan ekor.(Seperti yang sudah dijanjikan Tuhan) Amin.(Ditulis oleh : Ms. Wellen Sosie (Principal of Australian School – Sacred Heart/BOBOBOBS pre – school)

pemerhati mengatakan...

Mungkin memang benar, mungkin tidak.

Coba kita lihat dunia kerja kita ini seperti apa ?

-Adanya penjilat diantara teman pekerja ,atasan dan bawahan.
-Pada dasarnya semua mencari selamat masing-masing.
-Seandainya perusahaan mendapat prestasi luar biasa semua berpendapat itu karena saya. lain halnya kalau buruk maka dicarilah kambing hitamnya.
-Didunia kerja perusahaan swasta Pancasila itu seperti hilang, Bukankah berbeda-beda tetapi satu ? itu Belum tentu. Ejekan,sindiran, perbedaan suku, perbedaan agama semua menjadi satu untuk membuat seorang karyawan tidak betah. (Lain soal kalau karyawan itu sendiri kurang capable, mencari gaji tinggi atau korupsi)

Seandainya kita bekerja menggunakan falsafah Pancasila pada saat kita dulu sekolah. dunia kerja kita tidak akan seperti sekarang ini.

Kembali kepada Agama, tidak ada agama yang mengajarkan kita untuk berbuat jahat pada orang lain.

Pemerintah dengan Pancasilanya sudah benar dan Agama pasti benar. Tinggal diri kita sendiri bagaimana menyikapinya.

Nah Dalam dunia kerja kita pasti berhadapan dengan orang yang kurang mendalami Pancasila dan agama.

Prestasi kerja dapat kita raih maksimal seandainya orang-orang tersebut tidak ada.