Jumat

Jalan Ambon

Berasal dari Nama Pohon

Terlihat pemandangan pedagang sepatu sedang menjajakan barang dagangannya. Dengan gaya lesehan mereka menjual sepatu yang berjajar rapih, bersih, dan mengkilap. Belum lagi kilauan cincin bato giok dan semacamnya terlihat menyinari pintu masuk Jalan Ambon ini.

Itulah sekilas kehidupan yang sangat kentara di Jalan Ambon tepatnya dipintu masuk. Jadi, bagi yang ingin mencari sepatu kesukaan hati dan hobi mengoleksi batu cincin, ada baiknya coba sempatkan diri untuk mampir.

Menurut beberapa warga yang tinggal di sekitar Jalan ini, pemandangan orang-orang berjualan sepatu dan batu cincin ini sudah terlihat kurang lebih dari tahun 87-an untuk penjual sepatu, dan penjual cincin tahun 90-an. Namun sebelum semuanya itu, pasar yang menjual barang-barang loakan hadir terlebih dahulu dan tidak bertahan lama.

Jalan ini sudah ada lama sebelum pedagang sepatu dan cincin itu berjualan. Jalan Ambon mencakup RT 08 dan RW 002. Dinamakan Jalan Ambon, dikarenakan dahulu tepat diposisi tengah jalan besar terdapat dua pohon yang dinamakan pohon ambon.

Dinamakan pohon ambon karena bentuknya yang besar dan rindang. Pohon inilah yang menjadi ciri khas jalan ini, dan lama kelamaan banyak orang sekitar yang menyebut jalan ini sebagai jalan Ambon hingga bertahan sampai sekarang.

“Didalam Jalan ini juga terdapat SMPN 248 yang oleh pemerintah daerah masuk sebagai salah satu tempat percontohan bagi sekolah-sekolah lain disekitarnya.” tutur penjual sepatu, Margono. Lanjutnya, jalan ini juga masuk kedalam penilaian Adipura oleh pemerintah setempat. Oleh karena itu, sering ada penertiban oleh pamong praja atau aparat pemerintahan tiap setahun sekali.

“Penertiban itu biasanya berlangsung selama 3-4 hari dan mau tidak mau pedagang disini tidak jualan dulu selama masa tersebut.” tambah Margono.

Margono sendiri sudah sejak lama tinggal dijalan ini, jualan sepatu pun sudah dilakoninya sejak dari SMP hingga sekarang. Rata-rata untuk omzet penjualan sepatunya, Margono bisa meraup untung kurang lebih Rp 50-100 ribu per hari. Kebanyakan pelanggannya berasal dari daerah sekitar Cengkareng seperti Daan Mogot, Kapuk, Muara Karang serta sebagian juga berasal dari Tanggerang, Kebayoran Lama, dan Senen.

Sepatu-sepatu yang dijual Margono dan beberapa pedagang lainnya dibagi kedalam sepatu baru dan sepatu second berupa sepatu bola, sepatu santai, sepatu olah raga, dan sepatu kerja, harga relatif terjangkau Rp 35-100 ribu dapat di nego. Untuk sepatu baru kebanyakan didatangkan langsung dari Pondok Kopi sedang untuk sepatu second berasal dari orang yang jual ke pedagang.

Kualitas dan harga yang sepatu pun tak kalah dengan kualitas barang yang dijual di beberapa mall. Dan bagi yang ingin memperbaiki sepatu lamanya, sebagian penjual sepatu juga melengkapi pelayanannya dengan menyediakan sol sepatu, pun dengan harga yang dapat di nego.

Pergerakan bisnis dijalan Ambon juga dapat dikatakan tidak terlalu sepi untuk hari-hari biasa, hari ramai pembeli biasanya sabtu dan minggu. Persisnya ada sekitar 10 pedagang sepatu dan 7 pedagang cincin yang menjajakan barang dagangannya dijalan ini.

Penertiban resahkan pedagang
Selama ini, masyarakat yang tinggal dijalan Ambon masih tetap merasakan situasi yang aman dan terkendali. Namun bagi sebagian pedagang, mereka merasa resah jika terus ada penertiban.

Penertiban pedagang sudah menjadi masalah klasik dari dahulu hingga sekarang, bahkan dibeberapa wilayah. Masalahnya ada pada lahan berjualan yang dilarang untuk digunakan berjualan, biasanya dipinggir jalan. Namun kebanyakan, pedagang selalu disalahkan dan dicap menjadi penyebab dari semua itu.

Walaupun biasanya hanya 1 tahun sekali, namun penertiban itu berlangsung selama 3-4 hari. Dan bagi pedagang, selama 4 hari itu mereka tidak berjualan dan otomatis tidak ada pemasukan guna biaya kebutuhan hidup.

Tindakan aparat pemerintah juga sering agresif dalam hal praktek penertibannya. Jika sudah begitu, pergerakan bisnis oleh pedagang sepatu dan batu cincin disekitar jalan ini pun akan terhambat.

Guna menanggapi hal tersebut, sebaiknya pemerintah daerah dapat mencari solusi, seperti mencari tempat berjualan baru yang layak bagi mereka, dan memberikan sebuah arahan tentang membangun tata letak kota yang baik dan nyaman.